Strategi Retargeting Iklan untuk Bisnis Online
Pernahkah Anda mengunjungi sebuah website, lalu setelah itu iklannya muncul terus di media sosial atau saat browsing di internet? Nah, itulah yang disebut retargeting iklan online. Strategi ini sudah menjadi andalan para marketer karena terbukti meningkatkan konversi.
Dalam dunia bisnis online, kebanyakan pengunjung website tidak langsung membeli di kunjungan pertama. Data menunjukkan, hanya sekitar 2–3% pengunjung yang langsung melakukan pembelian. Retargeting hadir untuk “mengikuti” calon pelanggan, mengingatkan mereka agar kembali dan akhirnya melakukan transaksi.
Apa Itu Retargeting Iklan Online?
Retargeting adalah teknik menampilkan iklan khusus kepada orang yang sebelumnya sudah berinteraksi dengan brand Anda, entah itu mengunjungi website, mengisi form, atau melihat produk tertentu.
Berbeda dengan iklan biasa yang menyasar audiens luas, retargeting fokus pada orang yang sudah kenal brand Anda, sehingga peluang konversinya jauh lebih tinggi.
Mengapa Retargeting Penting untuk Bisnis Online?
1. Meningkatkan Konversi
Calon pelanggan yang sudah melihat produk lebih mudah diyakinkan untuk membeli dibanding orang yang baru pertama kali melihat iklan.
2. Hemat Biaya Iklan
Daripada menghabiskan budget untuk menjangkau audiens baru, retargeting lebih efisien karena menyasar orang yang sudah tertarik.
3. Membangun Brand Recall
Semakin sering audiens melihat iklan Anda, semakin besar kemungkinan mereka mengingat brand Anda saat siap membeli.
4. Mempercepat Customer Journey
Retargeting bisa mendorong audiens dari tahap awareness ke tahap purchase lebih cepat.
Jenis Retargeting Iklan Online
Pixel-based Retargeting
Menggunakan kode (pixel) yang dipasang di website untuk melacak pengunjung. Data ini kemudian dipakai untuk menampilkan iklan yang relevan di platform seperti Google Ads atau Facebook Ads.
List-based Retargeting
Menggunakan data pelanggan, misalnya email atau nomor HP, untuk menayangkan iklan khusus. Cocok untuk kampanye yang lebih personal.
Dynamic Retargeting
Iklan otomatis menampilkan produk yang pernah dilihat pengunjung. Misalnya, Anda melihat sepatu di e-commerce, lalu iklan sepatu yang sama muncul di feed Instagram.
Strategi Retargeting yang Efektif
Segmentasi Audiens
Jangan samakan semua pengunjung. Bedakan mereka yang hanya mampir di homepage, melihat produk, hingga yang sudah menambahkan barang ke keranjang tapi tidak checkout.
Gunakan Pesan yang Tepat
- Untuk pengunjung baru: gunakan iklan edukatif atau brand awareness.
- Untuk yang sudah add-to-cart: gunakan reminder dengan promo khusus.
Timing yang Pas
Jangan menampilkan iklan terlalu cepat atau terlalu lama. Idealnya, retargeting dilakukan dalam 1–2 minggu setelah interaksi pertama.
Batasi Frekuensi (Frequency Capping)
Kalau iklan terlalu sering muncul, audiens bisa merasa terganggu. Batasi jumlah tayangan agar tetap efektif.
Gunakan CTA yang Jelas
Ajakan seperti “Beli Sekarang”, “Dapatkan Diskon 20%”, atau “Selesaikan Pesanan Anda” lebih efektif dalam mendorong konversi.
Platform untuk Retargeting
- Google Ads → menjangkau audiens lewat Display Network dan YouTube.
- Facebook & Instagram Ads → salah satu kanal paling efektif untuk e-commerce.
- LinkedIn Ads → cocok untuk B2B retargeting.
- TikTok Ads → menarik untuk target pasar Gen Z dan milenial.
Contoh Studi Kasus Retargeting
- E-commerce Fashion → menggunakan dynamic retargeting, menampilkan iklan produk yang sempat dilihat pengguna. Hasilnya, tingkat konversi meningkat hingga 40%.
- Startup SaaS → menarget ulang orang yang sudah mendaftar trial tapi belum upgrade ke versi berbayar. Dengan iklan reminder + diskon khusus, tingkat upgrade naik signifikan.
Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Retargeting
- Iklan tidak relevan → misalnya menampilkan produk yang sudah dibeli pelanggan.
- Frekuensi terlalu tinggi → membuat audiens merasa “dibuntuti” terus-menerus.
- Tanpa segmentasi → semua pengunjung diperlakukan sama, padahal tahapannya berbeda.
Masa Depan Retargeting Iklan Online
Dengan perkembangan AI dan big data, retargeting akan semakin personal. Iklan bisa otomatis menyesuaikan berdasarkan perilaku, preferensi, bahkan konteks emosional audiens.
Selain itu, regulasi privasi data (seperti penghapusan third-party cookies) akan membuat marketer beralih ke solusi berbasis first-party data. Artinya, bisnis harus semakin pintar dalam mengumpulkan dan memanfaatkan data pelanggan.